RSS

Defne Tak Pernah Menyesali Kematian Suaminya Membom CIA

08 Mac

Defne Bayrak bahkan masih mengenakan cincin pernikahan itu. Wajahnya dibingkai dalam balutan jilbab hitam. Dia tinggi. Dan tampak lebih muda daripada usia sebenarnya yang baru berusia 31 tahun.

Defne ditemani oleh adiknya ketika para wartawan mewawancarainya perihal suaminya yang menjadi agen ganda CIA, namun kemudian menyerang balik mereka yang memperkerjakannya.

Dari caranya berpakaian, orang langsung tahu bahwa Defne tidak seperti kebanyakan orang Islam Turki. Tubuhnya benar-benar tertutup dan ketika berbicara, ia sering kali melihat ke bawah.

Kemudian ia pun berbicara tentang suaminya, Humam Al Balawi. Mereka bertemu di universitas di Istanbul. Perkenalan mereka hanya terjadi selama empat bulan saja, kemudian segera menikah. Ketika mereka bertemu, Defne sudah mengenakan jilbab dan mempunyai pandangan keagamaan yang kuat.

Mereka pindah ke Yordania saat Defne selesai studi kedokterannya. Humam bekerja di sebuah kamp pengungsi Palestina di pinggiran ibukota, Amman. Jam kerjanya jgua pendek. “Dia akan bekerja pada pukul 7 pagi dan pulang pukul 2 siang. Dia merasa nyaman. Gajinya juga bagus. Dia merasa bahagia,” tutur Defne. Tak lama kemudian anak pertama mereka lahir.

Mereka berdua saling mengisi dan mempunyai pemahaman yang sama. Baik Defne maupun suaminya mengutuk invasi AS ke Irak. Humam bahkan mengajukan diri untuk pergi berperang di Irak dengan kelompok-kelompok jihad, tapi ditolak. “Dia bertemu dengan mereka secara pribadi dan tidak memberitahu saya. Tetapi orang-orang yang ia temui hanya memintanya untuk menyerahkan uang saja, dan dia merasa sedih.”

Pemerintah Yordan kemudian menangkap mereka. Mereka diperiksa selama tiga hari. Pada saat itulah, suaminya berubah. “Dia menjadi lebih religius,” katanya. “Dia mulai menghafal Al-Quran lagi.” Pada satu saat, tiba-tiba Humam menghilang. Meninggalkan Defne ke Pakistan, dan tidak pernah kembali. “Kami sebagai keluarga; saya, sebagai ibu dan istri, tentu saja sedih. Saya benar-benar ingin suami saya terus bersama kami.”

Orang bisa melihatnya, bahwa keluarga ini penuh cinta.

Defne tidak pernah gentar saat ia memuji suaminya sebagai pelaku bom terhadap CIA. “Saya sangat bangga dengan suami saya karena kami berdua benar-benar menentang invasi Amerika. Saya percaya bahwa ia menyadari operasi yang sangat penting dengan cara ini. Dan, insyaAllah, saya yakin dia adalah seorang syuhada.”

Dia juga bertanya kepada CNN: “Untuk tujuan apa CIA di wilayah Afghanistan? Mengapa mereka menyerang tanah kami? Saya yakin dia seharusnya tidak pergi ke sana. Itu kesalahannya.”

“Apakah anda menyesalkan kematiannya?” ia ditanya.

“Saya tidak merasakan penyesalan sedikitpun. Saya tidak melihat situasi apa pun untuk merasakan penyesalan tentang itu. Mereka datang menyerang negara kami, membunuh saudara-saudara kami yang berjuang melawan mereka,” jawabnya.(sa/cnn)

 
Tinggalkan komen

Posted by di 8 Mac 2010 in BERITA DUNIA

 

Tinggalkan komen